ABU NAWAS INGIN TERBANG

Doc. pribadi

OLEH : TAM

Pada suatu malam, berkumpul keluarga kecil yang sederhana.  Mereka saling bertukar kelakar dan menimpali cerita. Abu Nawas tiba-tiba muncul. Dia menyiarkan bahwa tepat di hari jum’at saat kahtib naik mimbar, dia akan terbang. Sontak saja kabar itu menjadi kehebohan.

            Sehari sebelum acara akbar itu dihelat, seluruh kampung menjadi gaduh. Ada yang mencibir, ada yang penasaran, ada juga yang mendramatisir.

“Abu Nawas sudah lama melakukan pertapaan dan berguru di banyak guru-guru hebat. Bisa jadi salah satunya dia telah belajar ilmu terbang.” Kata salah seorang dari mereka.

            Mendengar kabar abu Nawas akan terbang, Sang Raja negeri tempat Abu Nawas bermukim mengundangnya ke istana. Dengan penuh khidmat Abu Nawas menghadap.

            “Aku dengar, besok kau akan terbang wahai Abu Nawas.” Seru sang Raja.
            “Benar Tuanku.”
            “Apakah kau yakin ?” Tanya sang Raja.
            “Kalau Tuhan menghendaki wahai Tuan, besok saya akan terbang.”
            “Baiklah Abu Nawas, aku akan perintahkan untuk mengabarkan ke seluruh negeri, bahwa acara itu akan dihelat di halaman istana depan masjid. Besok, semua orang boleh ikut menyaksikan.” Seru sang Raja lagi.
            “Baik Tuanku.” Sahut Abu Nawas dan memohon diri pamit untuk mempersiapkan diri.

            Keesokan harinya, tepat hari Jum’at, halaman istana telah nampak orang-orang yang ingin menonton. Menjulang siang, sang Raja juga turut mengambil posisi di gedung utama dan memandang dari tempat yang lebih tinggi. Tak lama kemudian Abu Nawas pun tiba.

            Riuh suara bersorak sorai mengeluh-eluhkan namanya. Abu Nawas berjalan begitu berwibawa dan tenang. Sepertinya dia sudah benar-benar siap untuk terbang. Sesampainya di hadapan sang Raja, Abu Nawas langsung memberi hormat dan sang Raja membalas dengan anggukan.

            “Mohon ijin Tuanku. Aku minta agar lapangan ini ditaburi kapur di seluruh sisinya dan tidak ada yang boleh menginnjak apa lagi melewati kapur itu.” Pinta Abu Nawas kepada sang Raja.
            “Baiklah, permintaanmu dikabulkan.” Sang Raja lalu memerintahkan prajurit untuk membuat batas dari kapur. Dari masjid istana, terdengar suara salam dari khatib, disusul suara adzan.
            Abu Nawas menunduk mendengarkan adzan sampai selesai. Dan,
            “Baiklah para hadirin sekalian, saya akan mulai.” Serunya.

            Mulailah Abu Nawas berlari sekencang-kencangnya. Khatib di masjid sedang menyampaikan khutbahnya. Abu nawas terus berlari dan semakin melambat. Pakaiannya basah karena keringat. Abu Nawas kemudian berhenti sebentar dan meneguk air yang sudah disiapkan kerajaan. Setalah itu ia kembali berlari mengelilingi batas kapur. Selama berlari, Abu Nawas terus saja tersenyum menatap wajah-wajah yang dilewatinya. Mereka juga membalas dengan senyuman yang tak kalah antusiasnya, termasuk sang Raja.

            Hari menjelang sore, Abu Nawas sudah sangat kelelahan. Kerumunan mulai gaduh. Banyak yang mulai mencibir Abu Nawas. Sang Raja hanya bergeming dan belum mengeluarkan titah apapun.

            Tepat sebelum matahari terbenam, Abu Nawas berhenti berlari. Dengan napas yang ngos-ngosan, ia telentang di tengah lapangan. Sang Raja akhirnya geram.
            “Apa-apaan ini Abu Nawas. Kau ingin mengibuli kami, Hah?” Bentak sang Raja.
            Abu Nawas bangkit dan berjalan penuh percaya diri menghadap Raja.
            “Maafkan hamba tuanku. Hamba benar-benar ingin terbang dan sudah merencanakannya dengan matang.”
            “Lantas sekarang ternyata kau tidak bisa terbang, heh?” Sanggah sang Raja.
            “Maafkan hamba tuan. Semalaman hamba berdoa memoho kepada Tuhan agar dikehendaki-Nya hari ini hamba bisa terbang.”
            “Maksudmu apa wahai Abu Nawas ?” Tanya sang Raja mulai tidak sabaran.
            “Begini Tuan, kemarin hamba berkata, Jika Tuhan menghendaki hari ini hamba ingin terbang.

 Tapi sepertinya, Tuhan tidak berkehendak demikian. Mungkin Tuhan menghendaki hamba tidak bisa terbang hari ini. Mungkin minggu depan.” Jawab Abu nawas penuh keyakinan.

            Sang Raja mengangguk-ngangguk dan keriuhan kerumunan mereda. Mereka pun bubar dengan sendirinya. Sesampainya dirumah masing-masing, sebagain mereka duduk melingkar bersama keluarga kecil sederhananya dan menceritkan kejadi tadi siang. Mereka kemudian tertawa dan kemudian saling menimpali kelakar.



THE END

Post a Comment

0 Comments