RENDRA DAN AJARAN KEPEDULIAN


OlehDAHONO FITRIANTO

“Dengan rasa hormat dan prasaan yang tulus, saya ucapkan terima kasih kepada Freedom Institute dan Keluarga Bakrie, yang dengan khidmat meneruskan cita-cira dan laku kebijakan almarhum Bapak Achmad Bakrie. Selanjutnya, saya juga mengucapkan simpati yang dalam kepada keluarga Bakrie yang lagi terlanda musibah karena, tanpa di ketahuinya, telah terseret dalam kemelut yang diciptakan oleh PT Lapindo Brantas, yang telah melakukan kesalahan fatal di dalam operasi eksplorasi yang mengakibatkan banjir lumput di Jawa Timur.”
 
gambar koleksi pribadi
Itulah kutipan pidato yang disampaikan Rendra sesaat setelah menerima pengharapan Achmad Bakrie Award 2006 untuk Kesusastraan di Hotel Nikko Jakarta, Jakarta, Senin (14/8/2016) malam. Selain Rendra, dua tokoh lainnya juga menirima penghargaan dan hadiah yang sejumlah sama, Rp 100 Juta, yakni Arief Budiaman untuk kategori Pemikiran Sosial dan Iskandar Wahidiyat untuk kategori Kedokteran.

Pidato tersebut berbeda dengan naskah pidato resmi Rendra yang di cetak pada booklet acara malam itu, dan tentu saja membuat kaget seluruh hadirin. Bermacam-macam reaksi mengiringi kekagetan itu, ada yang tertawa ngakak, ada yang bertepuk tangan, tetapi ada juga yang diam saja.

Bukan Rendra apa bila dia tidak nakal dan aktual. sebuah pidato penerimaan penghargaan yang seharusnya resmi dibacakan dengan gaya membaca puisi-puisinya-suara menggelegar dan intonasi khusus pada kata-kata tertentu yang membuat orang tercekat. Isinya pun nakal, menyentil langsung sang pemberi penghargaan yang kebetulan adalah salah satu pemilik perusahaan tragedi banjir lumpur di Sidoarjo itu.

Semua orang tahu bencana itu adalah masalah besar paling aktual yang terjadi di dalam negeri saat ini. "Tiga desa telah tenggelam dan tidak bisa dihuni lagi. Lima belas pabrik yang mempekerjakan 1.736 karyawan terpaksa tutup dan menimbulkan masalah sosial ekonomi. Delta Sungai berantas yang subur, yang proses pembentukannya berabad-abad melebihi usia peradaban manusia, hancur tertimbun lumpur untuk selama-lamanya," papar Rendra puitis.

Sentilan terhadap kelembanan penanganan tragedi yang dramatis tersebut dilakukan dengan halus dalam bentuk harapan. "Tetap saya yakin bahwa keluarga Bakrie tidak akan berpangku tangan dalam hal ini. Keluarga Bakrie pasti akan mengerahkan segenap usaha untuk bertanggung jawab atas kecerobohan pekerja dan orang-orang di PT Lapindo Brantas." Kata "Pasti" diucapkan Rendra dengan penekanan dan suara menggelegar.

Itulah Rendra, penyair, sastrawan, aktor, dan sutradara teater kelahiran Solo, 7 November 1935. Dalam keterangan resmi Freedom Institute sebagai lembaga yang menyeleksi dan memutuskan penerima penghargaan ini, disebutkan bahwa Rendra terpilih sebagai penerima Ahcmad Bakrie Award 2006 karena dia telah menunjukkan jalan lain perpuisian Indonesia.

Rendra disebut telah membuat sebuah pengecualian dalam arus utama perpuisian Indonesia modern yang didominasi sajak-sajak liris. Puisi Rendra adalah puisi yang naratif, berkisah, dan menggali kisah-kisah yang terabaikan oleh dunia persajakan Indonesia. "membuat itu menempati posisi yang begitu unik, hampir seperti satuan tersendiri, dalam ranah sastra Indonesia," demikian penggalan bunyi pernyataan tersebut.

Kepedulian terhadap dunia sekitas terekam dalam karya-karya Rendra. Simak beberapa karya besarnya, seperti puisi Sajak Sebatang Lisong (1978), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), …

"Emansipasi individu yang peduli akan kesesastraan hak hukum, hak sosial, dan hak politik antarasesama manusia harus dengan kesadaran bahwa kekuasaan modal, distribusi, dan energi, tidak boleh dimonopoli oleh satu pihak dengan kebebasan yang romantik dan cengeng. Sebab, itu akan mengganggu kemaslahatan orang banyak.

Kompas, Rabu, 16 Agustus 2006



Sumber: diketik langsung dari Buku berjudul “RENDRA, Ia Tak Pernah Pergi”/Penerbit Buku Kompas, 2009

Post a Comment

0 Comments