“Pagi yang berbeda”, Dase menghati. Tentunya tak
sedikit yang menyadari kesegaran pagi itu sehabis air Tuhan turun dari langit. Begitu
terasa setiap butiran-butiran embun yang masih beradhesi dengan permukaan
dedaunan. Alam begitu mendukung untuk aktivitas untuk hari ini. Dengan raut
muka yang sumbringah, Dase menutup pagar dan berjalan diantara lorong-lorong
menuju sumur-sumur ilmu pengetahuan dimana ia bebas gunakan gayung yang dibelinya.
Langkahnya berhenti di peremptatan jalan. Sekurumun orang
membuatnya tertarik. Terlihat beberapa orang yang penuh dengan lumpur sedang
mengais-megais isi genangan air, serupa dengan orang sedang menangkap ikan saat
panen tiba. “apa yang terjadi?” tanya Dase ke pemuda yang disampingnya. “katanya,
ada uang yang banyak di dalam genangan air itu” jawab pemuda tersebut. Keheranngan
pun menyambarnya seketika. “Bagaimana bisa ada uang diantara genangan begitu saja?”
diam Dase sambil mengamati. Teringat cerama beberapa guru agamanya pernah
berkata demikian, memang benar, terkadang yang Ilahi menurunkan kehidupan
setelah hujan. Namun dalam cerita guru Dase itu secara umum objeknya adalah
ikan. “Apakah Tuhan sudah modern kali ini, sehingga ia menurunkan kehidupan
dengan alat tukar saja agar manusia tidak repot lagi?” kata Dase dalam hati. Apa
yang dilihat oleh Dase sungguh luar biasa. Di hadapannya terlihat kelompok
manusia masih berusaha memenuhi ember kecilnya dengan uang kertas maupun koin
yang dikumpulkan dari balik genangan air itu
Tidak terlalu jauh dari genangan itu, seorang anak
kecil sekitar 14 tahun yang menangis. Dase terus melihat sambil mengamati. “anak
itu sejak tadi menangis” kata ibu-ibu toleran terdapat gera-gerik Dase. “apa yang
sebenarnya terjadi di tempat ini?” sudah ada yang berdiri dari pencairiannya. Lumayan
yang didapatkan. Ini semacam menangkap uang-uang. Mengambil jarak sambil
membersihakan badannya disumber air, bergabung dengan penangkap yang lain. Mungkin
sama dengan orang-orang di kerumunan itu, kejadian itu masih dalam tanda tanya besar.
Dase masih saja berfikir keras ingin tahu dari mana dan bagaimana bisa uang itu
hadir di dalam genangan air setelah hujan.
Bertambah satu lagi penangkap uang muncul dari balik
orang yang menonton kejadian itu, kali ini tidak tanggung-tanggung. Penampilannya
layaknya pegawai, memakai kemeja putih kotak-kotak dan stelan sepatu pantofel. “Memang
manusia selalu merasa tidak cukup dengan yang dimilikinya” kata Dase. Tak lama
setelah pemuda itu turun, ia mendapat selembar uang dengan warna samar biru, Rp
50.000 sepertinya. Berdiri pemuda tersebut, pergerakkannya begitu menyihir
orang-orang dengan banyak pertanyaan di benak. Apa ia ada orang yang rela
mengotori pakaiannya demi uang yang tak tahu sumbernya. Langkah pemuda itu
terhenti di depan anak yang tengah manangis. Membungkuk seperti ingin menyamai tinggi
anak itu, “ini uang aku beri tempo hari kan? Ayolah ambil lagi, lain kali
jangan menabung di tempat yang tidak aman” sambil mengulurkan uang hasil
tangkapannya. Seperti di sambar petir, sontak saja para penangkap lain yang
melihat maupun mendengar percakapan pemuda dan anak itu berdiri, kemudian mereka
meletakkan ember-ember mereka depan anak
tersebut. Tanpa kata maupun kalimat, hampir semua penagkap itu memberikan
hasilnya kepada anak itu, mereka seakan sadar dari mana datangnya uang itu,
meskipun masih ada yang masih asyik dengan tangkapannya.
Merinding bulu kuduk Dase melihat kejadian itu. Dengan
tersenyum, ia kembali melanjutkan perjalanannya. Nampaknya Dase sudah memahami
jawaban dari pertanyaanya di awal. “apa mungkin Negeri ini, yang katanya surga
dunia, bernasib sama yang dialami anak tadi?” menghati Dase sambil menatap
kedepan.
0 Comments