PENANGKAP UANG


Oleh: RAHMAD

“Pagi yang berbeda”, Dase menghati. Tentunya tak sedikit yang menyadari kesegaran pagi itu sehabis air Tuhan turun dari langit. Begitu terasa setiap butiran-butiran embun yang masih beradhesi dengan permukaan dedaunan. Alam begitu mendukung untuk aktivitas untuk hari ini. Dengan raut muka yang sumbringah, Dase menutup pagar dan berjalan diantara lorong-lorong menuju sumur-sumur ilmu pengetahuan dimana ia bebas gunakan gayung yang dibelinya.


Langkahnya berhenti di peremptatan jalan. Sekurumun orang membuatnya tertarik. Terlihat beberapa orang yang penuh dengan lumpur sedang mengais-megais isi genangan air, serupa dengan orang sedang menangkap ikan saat panen tiba. “apa yang terjadi?” tanya Dase ke pemuda yang disampingnya. “katanya, ada uang yang banyak di dalam genangan air itu” jawab pemuda tersebut. Keheranngan pun menyambarnya seketika. “Bagaimana bisa ada uang diantara genangan begitu saja?” diam Dase sambil mengamati. Teringat cerama beberapa guru agamanya pernah berkata demikian, memang benar, terkadang yang Ilahi menurunkan kehidupan setelah hujan. Namun dalam cerita guru Dase itu secara umum objeknya adalah ikan. “Apakah Tuhan sudah modern kali ini, sehingga ia menurunkan kehidupan dengan alat tukar saja agar manusia tidak repot lagi?” kata Dase dalam hati. Apa yang dilihat oleh Dase sungguh luar biasa. Di hadapannya terlihat kelompok manusia masih berusaha memenuhi ember kecilnya dengan uang kertas maupun koin yang dikumpulkan dari balik genangan air itu


Tidak terlalu jauh dari genangan itu, seorang anak kecil sekitar 14 tahun yang menangis. Dase terus melihat sambil mengamati. “anak itu sejak tadi menangis” kata ibu-ibu toleran terdapat gera-gerik Dase. “apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini?” sudah ada yang berdiri dari pencairiannya. Lumayan yang didapatkan. Ini semacam menangkap uang-uang. Mengambil jarak sambil membersihakan badannya disumber air, bergabung dengan penangkap yang lain. Mungkin sama dengan orang-orang di kerumunan itu, kejadian itu masih dalam tanda tanya besar. Dase masih saja berfikir keras ingin tahu dari mana dan bagaimana bisa uang itu hadir di dalam genangan air setelah hujan.


Bertambah satu lagi penangkap uang muncul dari balik orang yang menonton kejadian itu, kali ini tidak tanggung-tanggung. Penampilannya layaknya pegawai, memakai kemeja putih kotak-kotak dan stelan sepatu pantofel. “Memang manusia selalu merasa tidak cukup dengan yang dimilikinya” kata Dase. Tak lama setelah pemuda itu turun, ia mendapat selembar uang dengan warna samar biru, Rp 50.000 sepertinya. Berdiri pemuda tersebut, pergerakkannya begitu menyihir orang-orang dengan banyak pertanyaan di benak. Apa ia ada orang yang rela mengotori pakaiannya demi uang yang tak tahu sumbernya. Langkah pemuda itu terhenti di depan anak yang tengah manangis. Membungkuk seperti ingin menyamai tinggi anak itu, “ini uang aku beri tempo hari kan? Ayolah ambil lagi, lain kali jangan menabung di tempat yang tidak aman” sambil mengulurkan uang hasil tangkapannya. Seperti di sambar petir, sontak saja para penangkap lain yang melihat maupun mendengar percakapan pemuda dan anak itu berdiri, kemudian mereka meletakkan ember-ember  mereka depan anak tersebut. Tanpa kata maupun kalimat, hampir semua penagkap itu memberikan hasilnya kepada anak itu, mereka seakan sadar dari mana datangnya uang itu, meskipun masih ada yang masih asyik dengan tangkapannya.



Merinding bulu kuduk Dase melihat kejadian itu. Dengan tersenyum, ia kembali melanjutkan perjalanannya. Nampaknya Dase sudah memahami jawaban dari pertanyaanya di awal. “apa mungkin Negeri ini, yang katanya surga dunia, bernasib sama yang dialami anak tadi?” menghati Dase sambil menatap kedepan.

Post a Comment

0 Comments