Oleh: C.B. KUSMARYANTO
1. Nilai dan Fungsinya
Dalam
filsafat ada pelbagai macam teori mengenai nilai (value). Teori mengenai nilai disebut axiology. Kata ini berasal
dari Bahasa Yunani, axia yang berarti harga/nilai (worthy) dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Filsafat yang
banyak berbicara mengenai nilai manusia adalah Max Scheler (1874-1928) dan
Nicolai Hartmann (1882-1950).
Mengapa kita
harus berbicara mengenai nilai? Karena tingkah laku manusia dipengaruhi dan
berdasarkan pada tata nilai yang dimiliki dan diyakininya. Orang akan berbuat
apapun tidak berbuat sesuai dengan nilai yang dianutnya. Bisa dikatakan bahwa
nilai sebenarnya merupakan konsep abstrak dan hanya menjadi nyata dalam
perbuatan. Walaupun demikian, nilai bukanlah konsep yang tak tergapai melainkan
ada manakala dia berfungsi dalam pikiran dan tindakan manusia.
Sangat
menarik definisi mengenai “nilai” yang dibuat oleh R.S. Naagarazan. Ia
mendefinisikan sebagai “suatu prinsip yang mempromosikan kebaikan dan menghindarkan
kejahatan. Atau definisi lainnya adalah petunjuk kepada keberhasilan paradigm
kita tentang apa yang bisa diterima.” Sesuatu yang bernilai akan membawa,
mendorong, mengantarkan, mengarahkan kepada suatu kebaikan sehingga pemilihan
itu akan menghindari pemilih dari kejahatan atau sesuatu yang tidak baik.
Ini persis
mengapa kita harus berbicara mengenai nilai, sebab perwujudan nilai itu nyata
dalam pilihan-pilihan yang dibuat oleh seseorang. Mengapa saya memilih yang ini
bukan yang itu? Tentu saja alasannya adalah nilai dari yang saya pilih itu
dalam kesesuaian dengan nilai yang saya anut: kalau tidak keduanya tidak akan
saya pilih. Dari pilihan-pilihan itulah saya tahu siapakah diriku karena nilai
itu terwujud dalam pilihan-pilihan yang saya buat dan apa yang saya hayati.
Nilai adalah
objek intensi manusia tetapi nilai tidak diciptakan oleh akal budi manusia. Hal
ini bisa dianalogikan dengan warna yang tidak akan ada tanpa mata manusia yang
bisa melihat akan tetapi warna juga tidak diciptakan oleh mata itu.
Nilai itu
berbuhungan dengan berbagai macam hal, misalnya warna, sejarah, afeksi,
ekonomi, relasi dan sebagainya yang di antara mereka itu belum tentu nilainya
sama. Bagi seseorang, sebuah buku kuno yang sudah jelek bisa bernilai tinggi
baginya karena faktor historisnya, walaupun mungkin dari segi artistik nilainya
rendah. Sekuntum bunga yang diberikan oleh kekasih nilai sangat tinggi walaupun
mungkin dari ekonomi nilai rendah.
2. Jenis-jenis
Nilai
Secara
filosofis, nilai biasanya dibagi dalam dua kelompok yakni nilai-nilai
ekstrinsik (instrumental) dan intrinsic. G. E. Moore (1973-1958) adalah tokoh
yang secara historis banyak berbicara mengenai nilai intrinsik-ekstrinsik ini
dalam bukunya Principia Ethica yang
terbit pada tahun 1903. Dalam hal nilai intrinsik-ekstrinsik ini, Moore
mengatakan, “Hal-hal yang bernilai di dalam dirinya sendiri dan hal-hal
bernilai dalam hubungannya dengan benda lainnya”. Perbedaan macam ini yang
masih banyak di anut sampai sekarang walaupun ada beberapa orang yang
mempersoalkannya.
Nilai
ekstrinsik (instrumental) adalah nilai yang didapat karena relasinya dengan
pihak lain dan bermakna karena pihak lain baik sebagiannya ataupun
keseluruhannya. Misalnya: uang itu adalah sesuatu yang bernilai oleh karena
uang bisa menjadi sarana (instrument)
untuk mendapatkan sesuatu yang lainnya tetapi dari dirinya sendiri uang itu
tidak bernilai sebesar nominalnya. Dengan kata lain, dimana uang bisa menjadi
alat tukar dengan yang lainnya.
Nilai
intrinsik adalah nilai yang ada dalam dirinya sendiri, di bernilai karena
dirinya sendiri tanpa ada relasi dengan pihak lain. Ia ada dalam dirinya
sendiri tanpa diberi, dikurangi, atau ditambahi oleh pihak lain. Nilai itu ada
dalam dirinya sendiri dengan kata lain, dari eksistensinya sendiri, dia sudah
bernilai dan nilai ini berbuhubunan dengan pihak yang di luar dirinya sendiri.
Ketika
seseorang menilai sesuatu itu mendasarkan penilaiannya pada hal-hal yang
eksternal dari objek itu sendiri ataupun nilai itu didapat dalam hubungannya
dengan pihak yang lainnya, maka itu adalah penilaian ekstrinsik; akan tetapi
kalau orang mendasarkan penilaiannya pada hal-hal yang internal dari objek itu
sendiri, hal tersebut adalah penilaian intrinsik.
Penilaian
ektrinsik itu di berikan oleh seseorang dalam hubungannya dengan faktor-faktor
eksternal, misalnya kegunaan (bonum utile), sosio ekonomis, historis, afektif, dan
sebagainya. Misalnya, sebuah komputer dinilai tinggi karena komputer itu sangat
berguna untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah atau perusahaan akan tetapi
komputer itu juga bernilai ekonomis yang tinggi sebab mempunyai nilai ekonomis
(nilai) jual yang tinggi. Komputer ini bernilai karena dihubungkan dengan
faktor lain di luar dirinya.
Nilai
ekstrinsik ini bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi keadaan ,tempat, subjek
dan sebagainya. Sebuah komputer di kantor perusahaan dinilai sangat tinggi
karena manfaatnya sangat penting untuk menjalankan perusahaan itu, tetapi
dinilai rendah oleh seorang petani desa sebab tidak ada manfaatnya bagi sang
petani. Demikian juga sebuah komputer dengan spesifikasi tercanggih saat ini
nilainya sangat tinggi akan tetapi sepuluh tahun lagi akan dinilai sangat
rendah oleh karena sudah ada jenis baru yang lebih canggih. Sama-sama setangkai
bunga mawar, nilainya berbeda kalau bunga itu dibeli di pasar atau dihadiahkan
oleh kekasih sebagai ungkapan cinta. Di sini subjek pemberi menetukan nilai
afektifnya.
Kalau nilai
ekstrinsik itu gampang berubah tidaklah demikian dengan nilai interinsik. Nilai
interinsik tidak berubah. Nilai interinsik berarti bahwa sesuatu itu diinginkan
karena dirinya sendiri, dinilai berdasarkan nilai intern dirinya sendiri dan
nilai itu ada sejak keberadaan objek itu dan berakhir dengan berakhirnya objek
tersebut. Nilai ini bukanlah diberikan oleh seseorang atau sebuah instansi
tertentu dalam kurun waktu tertentu, tetapi nilai itu ada karena adanya objek tersebut
secara kodratiah.
Dari antara
yang bernilai ekstrinsik bisa dipertukarkan asalkan kedua belah pihak sepakat,
misalnya kambing A yang seharga 5 juta rupiah bisa ditukar dengan kambil B yang
seharga 5 juta rupiah. Sementara dari antara yang bernilai interinsik (misalnya
manusia) tidak bisa dipertukarkan, misalnya si A yang adalah anak bapak B tidak
bisa dipertukarkan dengan si P yang adalah anak bapak Q. Dari antara yang
bernilai ekstrinsik tidak bisa dipertukarkan dengan yang bernilai interinsil,
misalnya kambing tidak bisa dipertukarkan dengan manusia.
Bisa terjadi,
nilai itu ada akan tetapi tidak diakui keberadaanya oleh pihak tertentu. Nilai ekonomis
lukisan Affandi itu sangat tinggi tetapi bagi orang yang tidak tahu bahwa itu
lukisan Affandi maka nilai tinggi tersebut tidak akan diakui. Manusia yang
cacat mungkin tidak diakui kesamaan martabatnya dengan manusi yang tidak cacat.
Dalam hal ini, harus dibedakan antara adanya nilai tersebut dengan pengakuan
adanya nilai. Pengakuan tentang adanya nilai tidak menentukan ada dan tidaknya
nilai.
3 Manusai bernilai Intrinsik
Preambul universal declaration of human rights
mengatakn,
“... pengakuan martabat manusia yang intrinsik dan
kesamaan hak dan hak-hak yang tak tergantikan bagi seluruh anggota umat manusia
adalah dasar kebebasan, keadilan, dan perdamaian di dunia ini.”
Preambul piagam
hak manusiawi ini ingin menegaskan bahwa manusia itu mempunyai nilai intrinsik
(inherent) yang harus diakui oleh semua
orang kalau ingin hidup secara bebas, adil, dan damai. Pengakuan nilai manusia
yang intrinsik ini menjadi manusia itu tidak boleh dipandang hanya sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan tetapi harus diperlakukan sebagai subjek di dalam
diri sendiri. Ketika manusia dijadikan budak (hanya dipandang sebagai alat
produksi) maka di situ tidak ada kebebasan, keadilan, dan perdamaian.
Oleh karena
itu, manusia itu mempunyai nilainya (bermartabat) bukan oleh karena diberi
nilai oleh seseorang atau oleh sebuah instansi (negara, agama, atau masyarakat)
akan tetapi manusia itu bermartabat karena dia adalah manusia maka manusia itu
pertama-tama bernilai intrinsik. Dari dirinya sendiri, manusia itu bernilai
sehingga tidak perlu hal-hal lain atau dihubungkan dengan pihak lain untuk
menjadikan bermartabat sebagai manusia.
Pengakuan akan
adanya nilai intrik manusia inilah yang menjadikan salah satu alasan mengapa
orang tidak boleh membunuh manusia yang tidak bersalah. Sebelum adanya
agama-agama samawi, manusia sudah sadar bahwa manusia tidak boleh dibunuh kalau
tidak bersalah. Ini menjadi bukti bahwa pengakuan nilai intrinsik manusia-entah
sadar atau tidak sadar-sudah terjadi sebelum adanya agama-agama samawi.
Walaupun benar
bahwa bumi dan segalanya isinya ini juga ada banyak yang bernilai intrinsik,
akan tetapi manusia adalah mahluk ciptaan di dunia ini yang mempunyai nilai
intrinsik paling tinggi. Oleh karena itu kalau orang terpaksa untuk memilih
antara manusia dan ciptaan yang lainnya maka manusialah yang harus diunggulkan
dan dipilih sebagai pertama. Demikianlah pula, manusia tidak boleh dikurbankan
demi sesuatu yang lain yang lebih rendah daripada manusia itu, misalnya
dikurbankan untuk pangkat, kedudukan, uang, nama baik, dan sebagainya.
Manusia juga
mempunyai nilai ekstrinsik. Kalau kita membayar premi asuransi, tentu saja
orang yang sakit-sakitan akan membayar lebih mahal daripada yang sehat. Dengan demikian,
pada saat itu, manusia juga dinilai secara ekstrinsik karena pada waktu itu
manusia dinilai berdasarkan hubungannya dengan kreteria sehat yang merupakan
pihak lain. Akan tetapi, nilai martabat manusia hanya secara ekstrinsik saja,
merupakan degradasi dan pelanggaran martabat manusia. Perbudakan manusia adalah
contoh jelas perendahan manusia karena manusia hanya dipandang dari segi
ekstrinsiknya saja, yakni manfaatnya untuk bekerja dan bernilai ekonomis untuk
diperjualkan.
Nilai ekstrinsik
dan interinsik tidak bisa dipertukarkan. Apa yang benar secara interinsik belum
tentu benar secara ekstrinsik dan sebaliknya. Misalnya saja, benar bahwa orang
lain berpenyakit terminal maka nilai ekstrinsiknya menjadi rendah akan tetapi
nilai intrinsiknya tidak berubah, dia tetap bernilai tinggi karena dia masih
tetap manusia. Seseorang perempuan cantik akan bernilai ekstrinsik lebih tinggi
daripada perempuan yang jelek, akan tetapi nilai intrinsiknya sama saja.
Nilai ekstrinsik
manusia bisa berubah akan tetapi nilai intrinsik manusia itu tidak bisa
berubah. Dengan kata lain, nilai dan status sesuatu yang bernilai ekstrinsik
sedangkan yang tidak berubah adalah nilai intrinsik. Xanthippe adalah istri
Socrates. Ketika Socrates mati, berubahlah status Xanthippe dari istri menjadi
janda. Jadi, baik istri maupun janda adalah nilai ekstrinsik karena
keberadaannya dihubungkan dengan pihak lain (Socrates) dan terjadi perubahan
status akan tetapi sebagai manusia dia tidak berubah. Manusianya bernilai
intrinsik, sedangkan status istri/janda adalah nilai ekstrinsik.
Secara ekstrinsik,
seseorang bisa saja mempunyai nilai yang rendah (misalnya karena miskin, sakit,
buruk wajah, atau cacat) tetapi secara intrinsik tetap sama. Kesamaan ini
terletak pada martabatnya yang tetaplah sama sebab martabat manusia tidak
diukur berdasarkan hal-hal yang eksternal tetapi diukur berdasarkan kodrat
manusianya (intrinsik) yang sama bagi semua orang. Kesamaan martabat inilah
yang menjadikan manusia itu bagaimanapun keadaannya-sejauh dia masih
manusia-mempunyai nilai yang sama.
Kalau sampai
terjadi bahwa tidak ada pilihan lain selain terpaksa memilih salah seorang dari
antara orang lainnya (misalnya mempertahankan kehamilan yang membahayakan
ibunya) maka dia tidak boleh mengatakan bahwa orang ini lebih berharga daripada
orang itu dan oleh karena itu yang ini diselamatkan sedangkan yang lain tidak;
sebaliknya di harus mengatakan bahwa semua manusia mempunyai nilai yang sama,
akan tetapi kita terpaksa tidak bisa menyelamatkan orang yang sangat besar
nilainya itu.
Jadi, nilai
intrinsik manusia berarti bahwa masing-masing hidup manusia mempunyai nilai
yang tak terhingga, lepas dri penampilannya secara eksternal, sehingga hidup
manusia harus dihargai dan dipandang sebagai yang terpenting dari antara yang
lainnya. Jika harus memilih manusia diantara mahluk atau benda yang lainnya,
manusia harus dipilih lebih dahulu.
Nilai intrinsik
yang menyatu dengan diri hidup manusia itu adalah unik dalam arti tiada duanya
sebab nilai itu mengenai seorang pribadi manusia yang tiada duanya. Orang bisa
punya wajah yang sama, dan bertingkah laku yang sama, akan tetapi bagaimanapun
juga orang itu tidak sama. Keduanya berbedah dalam berbagai hal sehingga
keduanya tidak bisa saling dipertukarkan. Kalau ada orang yang hilang, dia
tidak bisa diganti dengan yang lainnya. Keunikan dan kekhususan manusia itu
sendiri menjadi dasar mengapa kita harus melindungi hidup manusia.
Sumber:
diketik langsung dari buku berjudul “BIOETIKA”/KOMPAS
0 Comments