Oleh
Jalaluddin Rumi
Asal materi adalah
bahwa jika Ibnu Chavish menjaga kehormatan syekh Shalahuddin saat ia absen,
mungkin ia dapat memberikan manfaat kepadanya dan bias menghilangkan kegelapan
saat kabut dari dirinya. Bukankah Ibnu Chavish pernah mengatakan hal ini pada
dirinya sendiri: “Semua Mahluk, termasuk manusia, bapak, ibu, keluarga,
kerabat, dan suku meninggalkan negeri mereka. Mereka berpergian jauh dari India
sampai Sindh (salah satu provinsi Pakistan) hingga sepatu-sepatu mereka robek,
demi mencari seseorang yang memiliki aroma wangi dari Bumi yang di sana. Sudah
berapa banyak orang yang mati Karena kerinduan dan penyesalan Karena tidak
berhasil menemukan orang itu. Sementara kamu yang mendapati orang itu di
rumahmu sendiri, tapi kamu justru memalingkan wajah darinya!. Ceroboh sekali”.
Ibnu Chavish sendiri yang bilang kepadaku bahwa Shalahuddin adalah syekh-nya
para syekh, beliau adalah orang yang besar dana gung, dan itu tampak sekali
dalam rona wajahnya.
Ibnu Chavish berkata:
“semenjak aku menjadi hambanya, aku tidak pernah mendengarnya memanggilmu
kecuali dengan panggilan Sayyidin atau
Maulana, dan ia tidak pernah
mengganti julukan ini satu hari pun”. Kalua demikian, pastilah ambisi-ambisi
buruknya telah membuatkan pikirannya dari ucapan-ucapannya sendiri. Kemudian
dia mengatakan bahwa syekh Shalahuddin bukanlah siapa-siapa. Keburukan macam
apa yang sudah syekh Shalahuddin lakukan kepadanya?. Hanya, ketika syekh
Shalahuddin melihat Ibnu Chavihs masuk ke dalam sumur itu”. Dia mengatakan hal
itu sebagai wujud rasa cinta kepadanya melebihi cinta pada semua orang. Tetapi
Ibnu Chavish justru menolak rasa saying Syekh Shalahuddin itu. Karena jika kamu
melakukan sesuatu yang tidak di sukai Syekh Shalahuddin, kamu akan terdampar ke
dalam tekanannya. Kalau kamu sudah berada dalam tekanannya, bagaimana bias kamu
melarikan diri?. Bahkan setiap kamu hendak pergi dari asap api neraka itu, ia
selalu menasehatimu dan berkata: “jangan kamu tinggal dalam tekananku, pergi
dari tekanan dan kemarahanku ini menuju lembah kemarahan dan kasih sayangku.
Karena jika kamu jika kamu melakukan apa yang aku rekomendasikan, kamu akan
terlepas dari kangkungannya dan menjadi bersinar-sinar?. Ia menasihatimu demi
kebaikanmu, sementara kamu menyangka bahwa nasehatnya itu Karena maksud dan
tujuan lain. Maksud tersembunyi macam apa yang dimiliki orang seperti dia
terhadapmu? Ketika kamu menikmati kenikmatan dari meneguk minuman keras yang
ganjal, haram, music atau apapun saja yang membuatnmu senang, pada saat itu
kamu akan memaafkan semua musuhmu, kamu lebih condong untuk mencium tangan dan
kaki mereka. Pada saat itu, apa bedanya antara mukmin dan kafir dimatamu?
Syekh Shalahuddin
adalah asal dari kenikmatan itu. Ia adalah Samudra kenikmatan. Bagaimana bias
kamu bias menyebutnya memiliki rasa kebencian dan permusuhan? Demi Allah,
bukankah justru itu merupakan kasih sayangnya pada orang lain. Kalau tidak
begitu, buat apa mereka berhubungan dengan tikus dan kodok? Bagaimana bias
seseorang yang memiliki kerajaan dan keagungan dibandingkan dengan hamba yang
menyedihkan seperti itu? Bukankah dikatakan bahwa: “air kehidupan terletak di
dalam kegelapan dan kegelapan ini adalah raga para wali. Lantas dimanakah air
kehidupan itu? Tidak mungkin bias menemukan sampai kepada air kehidupan?
Mungkinkah kamu belajar hermafroditisme kepada para banci atau belajar tentang
pelacuran kepada para pelacur tanpa harus menanggung ribuan bentuk kebencian,
pemukulan dan pertentangan akan hasrat itu? Itulah satu-satunya cara agar kamu
bias mempelajarinya. Mungkinkah kamu menginginkan kehidupan abadi, yang
merupakan maqam para Nabi dan Wali,
sementara kamu tidak mau menceburkan diri ke dalam sesuatu yang kamu tidak
sukai dan tanpa adanya pengorbanan. Bagaimana itu bias terjadi?
Syekh tidak memberimu
resep seperti yang diberikan oleh para guru terdahulu, yaitu dengan
meninggalkan perempuan, anak, harta, dan pangkat. Dulu para syekh menyuruh
murid-muridnya untuk meninggalkan para perempuan mereka sampai mereka
menikahinya. Para murid bersedia menanggung syarat itu. Sementara kamu tidak
mampu menerima saran yang sangat mudah: “boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal kamu amar baik bagimu [QS.
Al-Baqarah:216]”. Lantar apa yang dilakukan orang-orang yang sudah dikalahkan
oleh kebutaan dan kebodohan itu? Tidaklah mereka merenungikan bahwa ketika
seseorang mencintai seseorang perempuan, maka ia akan melakukan apa pun,
merendah diri mereka dan mengorbankan harta mereka untuk menakluk orang yang
dicintainya. Ia mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk memenangkan hasratnya.
Ia melakukan hal itu siang dan malam tanpa bosan. Tapi mereka bosan dengan
segala hal selain itu. Semua itu nilainya sangat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan cinta syekh dan cinta Allah. Dari sedikit hikmah, nasihat,
dan petunjuk yang masuk ke dalam hatinya dan bagaimana ia meningglakan
syekh-nya, bias kita ketahui bahwa ia bukanlah seorang pecinta dan juga bukan
pencari cinta. Jika dia memang salah satu dari keduanya, maka dia akan
menganggu semua syarat yang di sebutkan tadi, dan hatinya akan menjadi lebih
manis dari madu dan gula.
Sumber: diketik dari buku berjudul “Fihi Ma Fihi”/FORUM
0 Comments